Senin, 12 Maret 2012

KENYATAAN YANG HARUS DITERIMA

Banyak di dunia ini sesuatu yang tidak diharapkan, justru malah terjadi dan hal tersebut kemudian menjadi beban tersendiri, dan kadangkala juga akan membuat kerugian besar dan bahkan juga harga diri menjadi tercabik. Semua orang tentu mengharapkan sesuatu yang baik bahkan terbaik akan terjadi, sejak dalam lingkuip keluarga hingga lingkup negara. Semua orang ingin beruntung dan selalu sukses dalam melakoni kehidupan, namun yang terjadi terkadang malah sebaliknya; Bukannya beruntung, malahan mendapatkan kerugian yang tidak pernah diprediksi sebelumnya; jangankan bisa menjadi lebih baik, malahan cenderung terus melorot dan terpuruk, dan begitu seterusnya.

Demikian juga yang terjadi dalam dunia sepak bola kita. Ketika era Nudin Khlaid berkuasa, semua orang menjadi gerah dengan sepak terjangnya, bahkan ketika dia menjalani kehidupan dibalik jerujipun masih dipercaya menjadi orang nomor satu di PSSI. Pada saat itu kedudukannya sangat kuat, karena seluruh pengurus daerah merasa berhutang budi kepadanya dan selalu akan mendukungnya , meskipun dalam kondisi tidak normal. Dan itulah kenyataan yang dulu pernah kita alami dan bertahan hingga beberapa lama. Sampai akhirnya terjadi revolusi sepakbola di tanah air dan akhirnya berhasil menjungkalkan Nurdin dari kursi PSSI.

Sebagaimana kita ingat bahwa perjuangan untuk menjatuhkan Nurdin bukan persoalan mudah dan bahkan harus memerlukan gerakan massa yang demikian hebat. Pada saat itu banyak orang memperkirakan bahwa beban yang dipikul oleh pengurus PSSI berikutnya tentu akan semakin berat, mengingat asa masyarakat sedemikian kuat untuk mengubah kondisi persepak-bolaan tanah air menjadi lebih baik dan berprestasi. Saya sendiri pada waktu itu sudah membayangkan bahwa masyarakat tentu akan kecewa, karena harapan yang begitu menggebu dan hanya ingin prestasi secara instan, titik. Karena itu menurut saya tidak ada seorangpun yang nantinya bakal dapat memberikan harapan sepeerrti itu, termasuk misalnya harus mendatangkan pelatih top dunia sekalipun.

Namun demikian pada saat itu saya memberikan masukan bagi pengurus yang nantinya terpilih dan mendapatkan amanat untuk mengelola persepakbolaan kita, agar lebih mengutamakan penataan organisasi, system kompetisi dan penggalian bakat serta pembinaannya. Dan yang tidak boleh dilupakan ialah melaksanakan sosialisasi secara gencar tentang system yang dilakukan serta hasil yang nantinya akan dapat dipetik, sehingga sedikit demi sedikit masyarakat bisa mengerti dan tidak menuntut prestasi yang isntan.

Nah, kenyataannya kemudian menjadi lain sama sekali, karena proses menuju pemilihan pengurus PSSI ternyata menjadi sangat rumit dan tidak ada kata sepakat, meskipun akhirnya dapat dilaksanakan dan kemudian menghasilkan komposisi kepengurusan PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin. Tetapi lagi lagi kita semakin dibuat tidak mengerti ketika pengurus PSSI tidak mencari solusi terhadap system kompetisi dan konsolidasi kepengurusan hingga menjadi solid. Yang ada justru malah tidak mengakui kompetisi yang dulu sudah pernah ada, yakni ISL dan hanya mengajkui IPL. Tentu keptususan tersebut tidfak akan menyelesaikan masalah melainkan justru malahan menambah masalah.

Keberadaan ISL itu merupakan sesuatu yang niscaya, demikian juga keberadaan IPl yang meskipun lebih baru munculnya, tetapi tetap harus diakui keberadaannya. Harapan masyarakat tentunya bagiamana dapat menyelesaikan dua kompetisi tersebut menjadi sebuah kompetisi yang saling menunjang dan status masing masing harus diberikan secara jelas; apakah digabungkan, ataukah dicarikan cara lain yang relative tidak merugikan pihak manapun. Tetapi boro boro mencarikan solusi untuk masalah tersebut, pengurus PSSI sendiri malahan melakukan blunder dengan melakukan langkah langkah yang keluar dari statute dan kleuar dari keputusan konggres PSSI di Bali.

Berawal dari langkah yang demikian, akhirnya banyak pihak, termasuk klub yang kemudian mempermasalahkan langkah yang ditempuh PSSI tersebut, bahkan kemudian tidak mengakui ISL yang sudah berjalan selama ini. Akibatnya ada beberapa klub yang merasa dirugikan, seperti Persipura yang meskipun menjadi juara di ISL yang berhak mewakili Indonesia di liga Champiun Asia menjadi tidak berhak dan pemain yang berlaga di ISL tidak berhak untuk main di timnas, serta berbagai persoalan lainnya.

Bahkan Rahmat Dharmawan ketika itu yang dianggap sukses menangani timnas U 23 harus mengundurkan diri, akibat kepurtusan PSSI yang merugikan pemain tersebut. Kondisi seperti itu terus berjalan dan PSSI terus rebut dengan persoalan internal serta berhadapan dengan rival rival yang menginginkan adanya pergantian kepengurusan melalui KLB. Keadaan seperti itu kemudian menjadikan banyak orang yang tadinya peduli dengan PSSI kemudian memilih apatis dan tidak mau lagi rebut dengan persoalan perebutan pengaruh dan kekuasaaan di tubuh PSSI.

Nah, setelah semalam timnas kita dicukur gundul oleh Bahrain dengan skor 0-10, mau tidfak mau pihak pihak yang tadinya bersabar dan memilih apatis, tergugah kembali untuk berkiprah setidaknya dalam memberikan urun rembuk dalam persoalan bola di negeri ini. Sepak bola merupakan olah raga yang sudah merakyat, tidak saja di negeri kita tetapi juga di seluruh negeri di dunia ini. Karena itu sesungguhnya sepakbola itu sangat erat berhubungan dengan martabat suatu bangsa. Nah, sehubungan hal tersebut, sebagai bangsa yang cukup besar, dan sepak bolanya juga sudah cukup umur, kalau kemudian digunduli Bahrain dengan skor seperti itu tentu kita menjadi terendahkan.

Barangkali kalau kalah sepeperti itu dari kesebelasan spanyol, atau Jerman, belanda Inggris, Itali, Argentina ataupun Brasil, kita masih bisa memakluminya, tetati ini kalah dari Bahrain yang sama sama Asia dan belum pernah berprestasi di tingkat dunia. Sungguh sangat memalukan dan menyakiti semua pihak pecinta bola di negeri ini. Semua orang, mulai dari mantan pemain timnas, mantan pelatih timnas dan mantan pengurus PSSI sama sama menggugat dan menyalahkan PSSI dan mengatakan bahwa PSSI harus bertanggung jawab dalam persoalan ini.

Keterkaitan antara sepakbola sebagai olah raga terpopuler dengan martabat suatu bangsa dapat dijelaskan bahwa banyak negara yang tadinya tidak terdengar dalam kancah kenegaraan di dunia, tetapi tiba tiba menjadi menonjol dan menjadi pembicaraan dunia ialah disebabkan oleh karena kemajuannya dalam bidang olah raga yang satu ini. Beberapa negara di Afrika misalnya, dahulu sama sekali tidak dikenal dunia, tetapi ketika banyak negaranya yang mengejutkan dalam piala dunia maupun dalam olimpiade, atau setidaknya banyaknya pemain negara tersebut di klub klub ternama di Eropa, kemudian negara tersebut menjadi sangat terkenal dan diperhitungkan oleh negara lainnya.

Sekali lagi kekalahan telak timnas kita dari Bahrain memang menjadi tamparan paling menyakitkan, dan itu merupakan kekalahan terbesar sepanjang sejarah persepakbolaan nasional kita. Dengan dalih apapun sesungguhnya kita tidak dapat menerimanya, karena sehrusnya kalau bertanding melawan Bahrain, kalaupun kalah itu ya Cuma 1-3 gol saja tidak sampai memalukan seperti saat ini. Banyak yang menyayangkan kenapa yang dimasukkan ke dalam timnas kita mereka yang sangat minim pengalaman. Sementara mereka yang kaya pengalaman, karena berada di ISL kemudian tersingkirkan. Itulah kebijakan yang sama sekali tidak bijak, lantaran keegoisan serta sikap arogansi yang ditunjukkan oleh PSSI.

Namun yang lebih menyakitkan lagi ialah ketika kita mengetahui sikap PSSI tentang masalah ini yang mencari kambing hitam dengan mengatakan bahwa penyebab kekalahan Indonesia ialah karena dikerjain wasit. Tidak sepantasnya PSSI mengalihkan tanggung jawab kekalahan timnas kita kepada wasit. Mungkin memang kita dapat menyayangkan kepada wasit yang memberikan kartu merah di awal pertandingan, tetapi menurut saya itu merupakan keputusan yang memang harus diambil untuk menegakkan keadilan di lapangan. Wasit, apalagi di tingkat internasional tentu akan melakukan tugasnya dengan hati hati sesuai dengan standar yang berlaku. Kalau kemudian ada sebagian keputusan yang dianggap tidak tepat, kita harus bisa memakluminya, karena wasit itu juga manusia. Kesalahan wasit bisa saja terjadi di pertandingan manapun, karena itu kita tidak sepatutnya menyalahkan wasit, ketika kita kalah dalam pertandingan.

Kita berharap bahwa dengan kenyataan yang memang harus kita terima ini, kita akan dapat memperbaiki persepakbolaan kita. Pemerintah juga tidak dapat tinggal diam saja, serta harus segera ikut campur dalam menyelesaikan persoalan PSSI ini. Intervensi dalam hal teknis dan strategi bersepakbola memang dilarang dan tidak sepatutnya dilakukan oleh pemerintah, tetapi dalam hal panyatuan PSSI dan soliditasnya tentu tidak hanya boleh, malahan wajib hukumnya. Sepak bola bukan hanya milik pengurus PSSI saja melainkan sudah menjadi milik seluruh bangsa, karena itu sekali lagi kita harus menyelamatkannya bersama sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar