Kamis, 15 September 2011

TENTANG SURGA DAN NERAKA

Setiap berbicara mengenai persoalan yang berkaitan dengan spiritual, hamper dapat dipastikan selalu dikaitkan dengan kondisi akhir di alam kekal di akhirat nanti, yakni surga dan atau neraka. Dan pada umumnya, umat manusia mengetahui hal tersebut, meskpun pada awalnya sangat mungkin karena semacam "diintimidasi" secara terus menerus, sehingga memaksa mereka untuk meyakini kondisi tersebut. Namun demikian berkat "pemaksaan" yang demikian, toh pada akhirnya mereka dapat meyakini dengan kesungguhan hati dan pikiran tentang keadaan setalah manusia meninggal dunia. Apalagi kalau kemudian dikaitkan juga dengan Allah dan Nabi Muhammad yang membawa risalah.

Itulah sekedar gambaran umum tentang keyakinan kebanyakan manusia yang terlahir dalam lingkungan keluarga muslim yang berada di perdesaan. Tidak tabu memang, karena ada kalanya untuk memberikan keyakinan terhadap sesuatu yang benar sekalipun yang ditujukan kepada manusia pada umumnya, harus dengan cara yang sedikit "memaksa" dan "intimidasi". Meskipun demikian pada saatnya diantara sekian banyak manusia tersebut yang kemudian dapat meningkat keyakinanya menjadi sangat kuat dan bahkan didasarkan kepada kesadaran yang tinggi setelah melalui proses panjang melalui pengkajian dan penelitian serta perenungan.

Lain halnya dengan para muslim yang berkonversi dari keyakinan lain, biasanya bukan karena adanya "pemaksaan" atau "intimidasi" tersebut, melainkan karena kesadaran yang timbul dalam dri mereka setelah mengadakan penelaahan terhadap teks-teks suci al-Quran dan perenungan yang dalam terhadap kehidupan. Mereka pada umumnya berkesimpulan bahwa hanya Islamlah yang dapat dipercaya dalam hal informasi tentang alam ghaib dan sekaligus berbagai ajaran syariatnya yang begitu lar biasa.

Tentu dalam pandangan Islam, hal tersebut juga tidak lepas dari apa yang dinamakan "hidayah" dari Tuhan yang disampaikan kepada para hamba-Nya yang memang dikehendaki dan sekaligus menghendaki "hidayah" tersebut. Pandangan tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa ada orang yang secara lahir telah mengakui kebenaran syariat Islam, namun dalam kenyataannya masih tidak mau bergabung dengan saudaranya yang muslim. Nah, itulah pentgnya peraan "hidayah" tersebut dan bukan semata-mata didasarkan kesadaran untuk mengakui kebenaran sesuatu.

Biasanya, orang selalu mengaitkan kehidupan di dunia ini dengan kehidupan di akhirat nanti. Artinya siapapun yang taat dan berbuat baik, tentu pada akhirnya nanti akan dimasukkan kedalam surga, dan sebaliknya siapapun yang di dunia ini berkelakuan jelek, maka nantinya akan dimasukkan kedalam neraka. Pertanyaannya ialah amal baik yang seperti apa yang dapat mengantarkan seseorang masuk kedalam surga, dan begitu pula sebaliknya, amalan jelek apa yang dapat menyeret seseorang ke dalam neraka.

Pada umumnya kebanyakan umat Islam akan berpandangan bawa amal baik ialah seluruh ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan amal jelek ialah seluruh maksiat yang dilarang oleh Allah SWT. Pandangan tersebut memang tidak salah, namun terkadang masih ada keyakinan yang sedikit berbeda tentang amal baik tersebut; ialah apakah hanya amalan yang berkonotasi dengan keakhiratan semata, atau juga yang berkonotasi dengan kehidupan dunia. Masih ada diantara umat Islam yang meyakini bahwa amalan yang akan mengantarkan seseorang masuk surga ialah amalan yang berkaitan langsung dengan persoalan akhirat, sementara amalan baik yang hanya berkaitan dengan kehidupan duniawi tidak termasuk di dalamnya.

Akibat dari pandangan tersebut, sampai detik ini masih ada sebagia umat yang tidak peduli dengan persoalan duniawi, bahkan mereka masih membedakan antara beramal semisal menyumbang pembuatan masjid atau mushalla misalnya, akan berbeda nilainya dengan amal menyumbang pembuatan jembatan untuk kepentingan masyarakat banyak. Amal yang pertama akan dapat pahala untuk kepentingan akhirat, sedangkan amal kedua tidak akan berpengaruh. Saya sendiri tidak tahu apa penyebabnya, sehingga keyakinan sebagian umat Islam bisa menjadi seperti itu. Bukankah amal baik itu kriterianya ialah amalan yang dapatg memberikan manfaat bagi manusia lain? Dan bukan hanya yang memberikan manfaat bagi diri sendiri saja?.

Terkadang pemikiran sebagian umat tersebut juga sangat rancu apabila diingat bahwa pada sebagian amalan yang hanya memberikan manfaat bagi pihak lain diakui sebagai amalan baik yang mendapatkan pahala, karena hal tersebut secara eksplisit disebutkan dalam teks-teks agama, seperti memberikan makan kepada fakir miskin, memelihara anak yatim, dan lainnya. Namunn sekali lagi kalau amalan yang sesungguhnya baik, tetapi tidak terdapat dalam teks keagamaan, ternyata dianggap sebagai amalan yang tidak masuk kategori dapat pahala, semacam perbaikan saluran air, perbaikan jalan, pasar, dan lainnya.

Bahkan menjadi sangat lucu apabla diingat bahwa sebagian mereka juga membedakan antara membantu untuk pembangunan tempat pendidikan bagi anak-anak bangsa. Artinya kalau bantuan tersebut untuk sekolah madrasah yang dipastikan di sana akan diajarkan berbagai hal berkaitan dengan agama, maka dianggap akan termasuk amal baik, tetapi kalau yang dibantu tersebut sekolah umum semisal sekolah dasar atau sekolah menengah, misalnya, maka mereka menganggap bahwa itu tidak termasuk amal baik yang dapat menghasilkan pahala. Inilah yang maksudkan dengan kerancuan pemikiran dan keyakinan mereka.

Kiranya sudah saatnya umat Islam, khususnya para tokoh dan ulama untukmenyadarkan umat dan memberikan pencerahan kepada mereka tentang persoalan tersebut. Saya sangat yakin bahwa kalau umat dapat diyakinkan dalam masalah tersebut, kehidupan mereka dan perhatian mereka terhadap kehidupan dunia ini akan semakin baik. Pada umumnya mereka sangat tidak tertarik dengan urusan yang hanya bersifat duniawi, karena dianggapnya tidak akan dapat memberikan pahala sebagai investasi akhirat. Lain halnya dengan perhatian mereka terhadap persoalan yang dengan jelas diinformasikan oleh agama, seperti masjid dan lainnya, karena yang demikian dianggap mereka akan dapat mengantarkan ke surga dan menjauhkan mereka adri neraka.

Surga dan neraka merupaka dua tempat yang sangat berbeda di alam akhirat nanti. Surga merupakan tempat dan kondisi sangat menyenangkan dan membahagiakan, serta penuh dengan segala kenikmatan tidak terbatas bagi para peghuninya, tetapi sebaliknya, neraka merupakan tempat serta kondisi yang sangat menyedihkan dan penuh dengan siksaan dan penderitaan. Penggambaran secara umum seperti itu memang banyak terdapat di dalam teks-teks keagamaan yang dapat kita lihat. Namun peggambaran yang lebih detail dan bahkan terkesan "keterlaluan" biasanya diberikan oleh para ulama dalam tulisan-tulisan mereka, baik yang kemudian dimasukkan kedalam tafsir maupun buku khusus yang berbicara masalah keadaan setelah meningal.

Surga terkadang digambarkan sebagai tempat yang sangat nyaman dan sama sekali tidak ada problem yang dapat mengganggu konsentrasi penghuninya. Seluruh kenikmatan, baik yang ketika di dunia ada maupun yang belum terpikirkan pun ada. Bahkan menurut salah sebuah riwayat, bahwa penggambaran surga dengan seluruh kenikmatannya itu disebutkan sebagai sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata manusia, belum pernah didengar olrh telngan manusia, dan bahkan sama sekali belum pernah terlintas dalam benak manusiapun.

Penggambaran kenikmatan surga tersebut tentu sesuai dengan selera penafsirnya, kalau mereka cenderung dengan kenikmatan biologis, maka mereka akan menggamarkan bahwa di surga nanti akan ada banyak bidadari yang siap untuk melayani para penghuninya tanpa ada rasa jemu dan lelah. Kalau penafsirnya cenderung dengan kenikmatan yang berkaitan dengan makanan dan minuman, mereka akan menggambarkan bahwa di surga nanti akan terdapat seluruh jenis makanan dan minuman yang sangat lezat, dan bahkan termasuk makanan yang ketika di dunia dilarang pun di surga tersedia yang dihalalkan, dan begitu seterusnya.

Sementara itu penggambaran tentang neraka tentu akan berbeda 180 derajat. Artinya neraka itu merupakan tempat penyiksaan yang sangat mengerikan, dan kondisinya juga bertingkat. Ada penyiksaan yang sangat mengerikan, seperti meminum air mendidih yang dapat melelehkan seluruh tubuhnya, lalu kembali lagi dan begitu seterusnya. Ada yang dipotong lidahnya, terutama bagi mereka yang suka au domba dan mencaci maki kawannya. Ada yang kemaluannya di tembus dengan besi membara, khususnya bagi para penzina, dan seterusnya.

Pendeknya, keyakinan tentang keadaan surga dan neraka yang digambarkan seperti tersebut telah mewarnai keyakinan umat Islam, dan hal tersebut menurut saya justru lebih baik dalam upaya untuk memberikan alternatif pilihan kepada mereka, terutaa dalam emmpersiapkan diri mereka menghadapi akhirat. Namun sekali lagi yang harus diberikan kepada mereka ialah pencerahan tentang amal baik yang dapat mengantarkan kepada mereka ke surga dan menjauhkan mereka dari siksa neraka. Jangan sampai mereka akan selalu menganggap bahwa amal baik tersebut hanya yang berkaitan dengan ibadah dan sedekah semata, tetapi seharusnya disampaikan kepada mereka bahwa seluruh aktifitas positif yang dapat memberikan menfaat dan membuat maslahat bagi makhluk Tuhan, harus dimasukkan ke dalam pengertian amal shalih.

Demikian juga tentang amal jelek yang akan menggiring ke dalam neraka, kiranya juga harus dirumuskan secara jelas, termasuk yang saat ini dianggap remeh, seperti korupsi, baik dalam dataran yang tinggi maupun rendah, seperti korupsi waktu dan lainnya. Ini semua dalam upaya memberikan penceraan kepada umat yang diharapkan mereka akan lebih dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam berinvestasi akhirat, tetapi juga sekaligus dapat memberikan manfaat di dunia nyata saat ini. Dengan begitu maka keinginan untuk hasanah fiddun-ya dan hasanah fil akhirah dapat diraih secara bersamaan. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar