Kamis, 15 September 2011

MOTIVASI PUASA

Hampir semua orang yang menjalankan ibadah puasa berpengharapan bahwa Tuhan akan memberikan balasan pahala atas jerih payahnya berpuasa. Bragam motivasi telah disampaikan oleh nabi Muhammad SAW, tetapi yang kemudian menjadi pertanyaan banyak orang ialah apakah memang semua motivasi tersebut dapat diraih oleh orang yang melaksanakan puasa?. Jawabannya tentu tidak, melainkan disesuaikan dengan amal perbuatan serta sejauhmana orang yang berpuasa tersebut memang berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Artinya tidak secara otomatis semua orang yang berpuasa akan mendapatkan apa saja yang dijanjikan sebagai motivasi bagi orang yang berpuasa.

Berbagai motivasi yang disampaikan oleh Nabi melalui hadis-hadisnya cukup banyak, dan diantaranya ialah: “barang siapa yang menjalankan puasa di bulan Ramadlan dengan didasari iman dan penuh penghitungan atau ikhlas, maka segala dosanya akan diampunkan oleh Allah SWT”. Riwayat lainnya juga menyebutkan “Barang siapa yang mendidrikan shalat malam di bulan Ramadlan dengan didasai iman dan keikhlasan, maka ia akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT.” Setidaknya dua hadis tersebut telah memberikan motivasi besar kepada siapapun untuk menjalankan ibadah puasa. Tetapi dengan adanya dua syarat yang menyertai hadis tersebut, tentunya bagi yang tidak memenuhi syarat tersebut, tidakan mendapatkan ampunan yang dijanjikan tersebut.

Dua syarat tersebut tampaknya memang cukup ringan, namun setelah direnungkan, termnyata cukup berat juga, terutama bagi yang belum terbiasa melalukan perbuatan baik dan terpuji. Sayarat pertama ialah iman. Iman bukan sekedar pernyataan lisan yang menggambarkan bahwa seseorang itu percaya kepada Tuhan dan segala hal yang disampaikan-Nya. Tetapi lebih dari itu, iman merupakan penggambaran tentang seseorang yang dengan ketulusan hati dan pikirannya, mempercayai Tuhan sebagai pencipta yang Maha Segalanya, serta mengakui bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang sangat lemah dan sangat bergantung kepada Tuhan. Tuhanlah yang menentukan segala-galanya termasuk nasib dan masa depannya. Demikian juga keimanan tersebut mencakup kepercayaan yang penuh kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan yang juga menentukan syariat untuk umatnya.

Bahkan keimanan yang dimaksudkan tersebut seharusnya juga meliputi keimanan terhadap sesuatu yang diinformasikian sendiri oleh Tuhan, walaupun untuk saat ini kita belum dapat membuktikannya, seperti tentang akhirat, surge dan neraka, hari akhir dan pembalasan serta lainnya. Tanpa meyakini semua hal yang diinformasikan oleh Tuhan atau oleh Nabi, maka iman seseorang masih belum sempurna bahkan tidak komplit.

Sementara itu syarat kedua yakni “ihtisab” yang biasa diartikan sebagai tulus semata mata hanya kepada Tuhan atau sangat berpengharapan akan keridlaan Tuhan. Ketulusan dan hanya berharap kepada Tuhan ini sangat erat berhubungan dengan hati, dan bukan sesuatu yang diucapkan saja. Arrtinya bahwa dalam menjalankan ibadah puasa yang dijanjikan akan diampuni segala dosanya yang telah lewat, tidak cukup hanya menjalankannya saja, tanpa niat yang sangat tulus bahwa puasa yang dijalankannya tersebut semata hanya rasa ketundukan dan kepatuhan kepada Tuhan semata, melainkan puasa yang dilakukannya tersebut memang didasari ketulusan dan kesucian niat untuk Tuhan.

Dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh imam Muslim, Rasul Muhammad SAW pernash bersabda “Allah SWT., telah berfirman bahwa seluruh amal perbuatan anak-anak Adam itu untuk dirinya sendiri, kecuali puasa, karena puasa itu untukku, dan Aku akan membalasnya. Puasa itu merupakan perisai, karena itu ketika salah satu diantara hambaku berpuasa hendaklah tidak berbohong atau melakukan perbuatan keji lainnya, dan ketika ada orang yang mencaci atau bahkan menyakiti atau ingin membunuhnya sekalipun, maka cukup katakanlah bahwa saya sedang berpuasa. Dan demi dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, bahwa bau mulut orang yang sedang berpuasa itu diakhirat nanti akan lebih wangi dan harum dibandingkan dengan minyak misk. Bagi orang yang berpuasa itu mempunyai dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan ketika dia sedang berbuka puasa dan ketika nanti bertemu dengan Tuhannya di akhirat.

Motivasi yang disampaikan melalui hadis ini cukup banyak, yakni bahwa puasa itu untuk Tuhan dan Tuhan sendiri yang nanti akan membalas dengan pahala yang sangat besar. Demikian juga puasa itu dapat menjadi perisai bagi orang yang menjalankannya. Artinya puasa yang dilakukan tersebut akan dapat menangkal segaal hal yang tidak baik dan mengancam kepada keutuhan diri kita. Namun diingatkan oleh hadis tersebut bahwa syarat utamanya ialah pada saat berpuasa harus dapat menahan diri dari berbuat bohong, melakukan perbuatan keji, mencati orang lain, dan lainnya, bahkan orang yang berpuasa harus dapat menahan diri terhadap cacian yang dialamatkan kepadanya, atau bahkan harus dapat menahan diri tidak membalas manakala disakiti atau diancam bunuh sekalipun.

Inilah sesungguhnya inti masalahnya, yakni dapat menahan diri dari berbagai hal yang secara lahir akan merugikan diri sendiri. Berat memang syarat yang harus dipenuhi, tetapi kalau dapat dilaksanakan dengan baik, tentu akan mendapatkan balasan sesuai yang dijanjikan. Disinilah kebanyakan orang menjadi kalah. Artinya puasa yang dilaksanakannya ternyata tidak akan memberikan efek sebagimana dikatakan, yakni dapat menjadi perisai dan nantinya akan dibalas oleh Tuhan dengan balasan yang demikian besar. Tetapi setelah menjalankan puasa tersebut tampak biasa saja, dan bahkan sangat mungkin kebiasan yang kurang baik juga tetap dijalankannya lagi.

Motivasi yang terkandung dalam hadis tersebut juga memberikan isyarat bahwa bagi orangn yang berpuasa tidak usah khawatir dengan bau mulut yang kurang sedap disebabkan tidak makan dan minum, karena di akhirat nanti bau yang kurang sedap tersebut akan berubah menjadi aroma yang sangat harum, bahkan melebihi minyak misk sekalipun dan keharumannya tersebut akan dapat menyenangkan kepada semua orang. Terakhir dalam hadis tersebut juga dikatakan bahwa bagi orang yang berpuasa setidaknya akan mendapatkan dua kebahagiaan , yakni kebahagiaan yang akan dapat diraih ketikan masih di dunia ini yakni pada saat berbuka puasa dengan kenikmatan tersendiri, dan kebahagiaan di akhirat nanti, yaitu kebahgiaan yang tiada taramnya, yakni ketika nanti bertemu dengan Tuhan.

Demikian itulah sebagian motivasi yang diberikan bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa, sehingga puasa yang tadinya dianggap sangat berat, akan terasa menjadi ringan dan menyenangkan. Belum lagi motivasi lainnya yang sangat banyak disampaikan untuk memberikan semangat bagi mereka yang menjalankan puasa, seperti “ di surga nanti ada pintu yang bernama al-Rayyan, dimana hanya orang-orang yang berpuasa sajalah yang akan dapat memasukinya, bahkan disana nanti akan ada suara yang mengundang; wahai orang yang puasa dimana kalian, masuklah kesini, dan ketika orang terakhir sudah masuk, maka pintu tersebut akan segera dikunci dan tidak lagi akan ada yang bisa masuk lewat pintu tersebut”.

Demianlah beberapa motivasi yang dapat dijadikan penyemangat bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa. Prinsipnya yang harus diketahui dan diyakini bahwa motivasi tersebut bukan semata motivasi yang tidak berefek terhadap diri kita, melainkan merupakan suatu kebemnaran yang dapat dipertanggung jawabkan, khususnya bagi mereka yang yakin dan beriman secara total. Dan sebagai seorang muslim yang beriman, sudah sepatutnya kita menjadi yakin dengan semua itu dan kemudian melaksanakannya dengan penuh kesenangan.

Dengan keyakinan yang demikian besar dan dengan melakukan semua syarat yang ditetapkan, insya Allah semua yang dijanjikan sebagai motivasi tersebut akan dapat kita raih, baik ketika nanti kita berada di akhirat mapun saat kita masih berada di dunia ini, khususnya berupa dampak positif yang akan dapat menyetir kita kearah jalan poditif dan menyelamatkan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar