Sabtu, 15 Mei 2010

Kisah Rumah Muhammad saw

NABI Muhammad saw teladan dan penghulu semesta. Beliau teladan seluruh umat manusia, dan tulisan singkat ini menjelaskan secuil saja tentang karakteristik mulia beliau dalam kehidupan rumah tangganya. “Apa kekayaan rumah terbesar?” Suatu hari sang Rasul menanyakan kepada para sahabat. Lalu para sahabat pun diam. Beliau menjawab “istri yang baik”. Dan Rasul saw memang lelaki keluarga yang pernah memiliki kekayaan terbesar itu sebagai suami “khadijah”. Kenyataan bahwa ucapan itu disampaikan lama kemudian, hanya untuk membuktikan bahwa ia jujur kepada istri bahkan di saat Khadijah telah terbaring dalam kuburnya.

Selama lebih 25 tahun beristrikan (ummul mukminin) Khadijah, dan beliau tidak pernah menikah dengan perempuan lain. Padahal pada zaman itu, beristri banyak sama alamiahnya dengan” kuda memakan rumput”. Muhammad sawa telah memberi suasana hidup dalam keluarganya. Seorang yang suka berkelakar dan ramah kepada semua. “Saya melayaninya sejak berusia 8 tahun “ begitu kata Anas bin Malik” yang ikut dalam keluarga ini mulai tahun 620 sampai 632. Ia mengaku, Muhammad, belum pernah memarahinya sekali pun ia melakukan kesalahan.

Muhammad saw digambarkan ketika makan sambil bersila di lantai, dan paling doyan makan bersama. Kata beliau saw, “sungguh malang orang yang makan sendirian”. Ia gemar makan daging, tetapi lebih kerap makan kurma dan minum susu. Kalau ada yang menyuguhnya semangkuk, beliau sering berkata :” Tuhan memberi rahmat kepada susu, mudah-mudahan masih ada lagi”. Hidup Muhammad sederhana. Ada kalanya ia mengenakan wol tetapi lebih sering memakai tenunan lurik dari Yaman (sula), warna putih acap bertambal. Juga mengenakan surban dengan salah satu ujungnya mengantung di antara pundak. Tak pernah ia menggunakan bahan yang seluruhnya dari sutra.

Muhammad tidak gemar memakai warna merah, tetapi selalu memakai minyak rambut dan parfum. Muhammad menempatkan wangi-wangian setaraf dengan ibadah, kata hadis. Ia menyuruh calon mantunya Ali bin Abi Thalib membelikan parfum setengah atau dua pertiga hasil penjualan baju kebal seharga 480 dirham sebagai pengantin yang menyunting putrinnya Saidah Fatimah az Zahra. Paling mencolok dari Muhammad saw adalah kebersihannya. Ia senantisa dalam wudhuk, dengan pakaian bersahaja tetapi pasti bersih. Hampir tak pernah lupa membawa siwak, batang siwak gurun sebesar pinsil untuk membersihkan giginya. “Kalau saya tak ingat nanti memberatkan, saya akan perintahkan kewajiban membersihkan gigi” katanya kelak.

Selain apa yang dituturkan bekas budak seperti Anasah (berayah Persia dan ibu Abysinia) ini ada Zaid, anggota keluarga yang sudah tinggal lebih dari 15 tahun. Ia putra Haritsah, anggota klan kalb, 300 km di utara Madinah, dekat Dammat Al-Jandal (sekarang :Al-jawf). Kebanyakan anggota klan ini beragama Kristen. Menurut cerita, lima belas tahun silam, ibu Zaid sedang membawanya pulang dari perjalanan, ketika mendadak mereka dipergok penyamun gurun. Zaid berubah menjadi budak yang diperjual-belikan. Di pekan raya Okadz, keponakan Khadijah Hakim bin Hizam membelinya dan Khadijah menghadiahkan kepada suaminya lalu membebaskannya.

Wajah Zaid sebenarnya tidak begitu tampan, kulitnya coklat kehitaman, sebelas tahun lebih muda dari Muhammad. Ia memilih untuk menetap bersama Muhaammad kendati ayahnya mengharapkan pulang. Harisah ayah Zaid tiba di Mekkah setelah mengetahui Zaid ada di sana. Harisah menghabiskan waktu di punggung unta putihnya melewatkan siang dan malam untuk mencari Zaid anak kesayangannya. Ketika akhirnya ia berembuk dengan Muhammad, tidak ada masalah yang timbul. Muhammad merelakannya dibawa pulang, kalau Zaid memang mau, tanpa perlu membayar uang tebusan. “Tetapi kalau ia mau tetap bersama saya di sini, ia tak akan kutampik, ujar Muhammad ketika itu.

Zaid memilih untuk bersama Muhammad, ia ikut membantu di dalam rumah dan barangkali urusan rutin perdagangan kedua suami istri itu. Usianya kini sekitar tiga puluh tahun, dan terkenal dengan nama Zaid bin Muhammad. Adik mendiang Qasim adalah Zainab, seorang putri jelita. Ketika dewasa, Muhammad menikahkannya dengan Abu Al-‘Ash bin Rabi’ puta Hallah, kakak perempuan Khadijah. Pernikahan berlangsung lama sebelum Muhammad dikukuhkan sebagai rasul. Khadijah memberinya suntai kalung emas sebagai hadiah perkawinan. Rumah tangga muda itu kelak dilanda gelombang dahsyat dan kisahcinta mereka menjadi masyhur. Abu Al-‘Ash sendiri dikenal jujur dengan bisnis yang maju dan pintu karir yang terbuka lebar.

Ketika Muhammad, mertuanya memperkenalkan ajaran Islam, Abu Al-‘Ash tetap pada agama berhala, tetapi istrinya Zainab memeluk Islam. Rumah tangga mereka terus rukun kendati di Mekkah ini mereka tidak memperoleh anak. Ketika Islam semakin menyebar dan kaum Quraisy mengadakan kampanye yang dipimpin Ummu Jamil agar para menantu Muhammad menceraikan dan mengirim pulang istri mereka ke rumah Muhammad, Abu Al-‘Ash menolak. Tekannan terhadap pengikut Islam semakin keras. Muhammad terpaksa pindah ke Madinah, 400 Km dari rumahnya. Penghuni rumah lainnya adalah Ali putra Abdul manaf alias Abu Thalib. Bujang berusia sebelas tahun ini berkulit agak kecoklatan, bertubuh tegab gempal dan mata yang awas. Kalau tersenyum giginya nampak. Sejak bertahun lalu, ia telah tinggal bersama Muhammad. Kala itu penduduk Mekkah mengalami paceklik karena kekeringan dan Abu Thalib yang hidupnya sederhana, mengalami kesulitan. Muhhammda mengajak kedua pamannya Abbas dan Hamzah untuk ikut meringankan beban kelurga Abu Thalib dengan jalan memleihara beberapa anaknya.

Abu Thalib membolehkan mereka membawa semua anaknya, kecuali si bungsu, ‘Aqil. Abbas membawa Thalib, Hamzah membawa Ja’far dan Muhammad membawa Ali. Selain membalas kebaikan Abu Thalib yang dulu memeliharanya, Muhammad juga mencurahkan kasih sayang, barangkali pengganti putranya Qasim yang wafat dalam usia muda. Maka Ali bin Abu Thaleb mendapat gemblengan Muhammad saw yang melihat perbuatannya dan keluhuran budinya sampai belasan tahun kemudian ketika ia menjadi menantu Nabi dan menurunkan keturunan satu-satunya dari garis Muhammad. Muhammad memperlakukan Ali kecil secara khusus. Beliau mencurahkan rasa cintanya kepada Ali. Dan Khadijah merestui, dan ini pula alasan ia mengahdiahkan Zaid kepada Muhammad. Ali begitu hormat dan kagum kepada Muhammad hingga akhir hayatnya menjadi pembantu dan pembela sang Nabi tatkala para pembesar Bani Hasyim yang berkumpul mengejeknya dalam sidang yang terkenal itu.

Sosok Muhammad suka bergaul dengan anak-anak, sekali sepulang dari perang Badar. Beliau mengajak Usamah, putra Zaid yang berusia sepuluh tahun, untuk menunggang unta bersama. Sebagai kakek, ia juga bermain dengan cucunya, Umamah putri Zainab dengan Abu Al’Ash. Ia membiarkannya datang menarik jubahnya atau malahan menungganginya selagi shalat. Suatu kali ia memegang seuntai kalung sembari mengendong Umamah. Para istrinya berkumpul dan Muhammad berkata, ”Ini akan saya berikan kepada yang paling saya cintai.” Rasa cemburu bangkit, para istri saling pandang dan ketika Muhammad melihat pancingannya mengena, ia lalu memberikan kalungnya kepada Umamah. Suatu ketika Muhammad sedang mengendong seorang anak kecil yang lalu membasahinya dengan kencing. Ibu sang anak marah dan menepuk pantat sang anak. Rasul memprotes : “ Anda menyakiti putra saya.” Dan Muhammad membuktikan itu dengan kemudian shalat tanpa mengambil wudhuk terlebih dahulu. Ada juga kisah seorang anak yang sering dikunjunginya, yang suatu saat tampak murung. Ketika ditanya, jawabnya burung bulbulnya lepas. Muhammad membujuknya supaya janganbersedih. Anak para muhajirin kelahiran Abysinia menjadi bulan-bulanan rasa pesona dan menggelitik hatinya , ia melewatkan banyak waktu untuk memperhatikan anak-anak ini berbahasa Ethiopia yang kelihatannya lucu.

Muhammad dikenal penyayang binatang. Kuda adalah salah satu binatang kesayangannya. Ia menyenangi kuda berwarna coklat, dengan belang putih di dahi dan kata sebagian orang, juga keempat kakinya dari lutut ke bawah berwarna putih. Ketika pada suatu hari pada bulan januari tahun 630 sekitar sepuluh ribu tentara sedang ke selatan untuk menaklukan Mekkah salah satu peristiwa besar dalam hidupnya matanya menangkap seekor anjing bersama anak-anaknya. Muhammad memerintahkan pasukannya agar jangan mengganggu anjing itu.

Pergaulan beliau sangat luas, dengan segala lapisan masyarakat, baik budak maupun pembesar. Dari pihak ayah ia mempunyai sembilan paman, enam bibi dinikahkan kakeknya dengan pria dari klan terkemuka. Belum lagi dihitung kelurga Ibunya. Sementara itu usaha dagang menghubungkan Muhammad dengan Khadijah dengan mitra bisnis terkemuka di zamannya. Walaupun mereka tidak sekaya para cukong masyhur yang ada, namun modal keluraga dan relasi usaha sudah cukup kuat untuk membawa mereka ke gerbang kehidupan mewah dan melimpah, atau kelak ke jabatan sebagai pemimpin klan.

Muhammad tak pernah menolak undangan, sehingga Muhammad jelas dapat membagi waktunya dengan baik. Sahabatnya sendiri suka memberikan julukan mulia kepadanya. Abu Dzar merasa sangat senang kalau menyebut Muhammad sebagai teman atau kekasih, Khalil. Tetapi semua orang Mekkah memberikan julukan “yang terpercaya” Al-Amin. Muhammad lebih suka mendengar daripada berbicara. Beliau hanya berkata bila sangat perlu. Kalau bebicara selalu lancar, langsung ke pokok masalah, jelas dan tanpa bertele-tele. Kalau marah selalu menyembunyikannya dari orang lain. Jika berkelakar, Muhammad, selalu sopan dan tertawanya hanya senyum. Itulah secuil jejak Muhammad saw. Seharusnya kita mau merenung dan mengamalkanny, menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar